Wednesday, May 21, 2014

Bane

Tepatnya kalo ngga salah sekitar bulan Juli, 2012. Gw bareng temen-temen satu fakultas pada cabut bareng ke BIP nonton The Dark Knight Rises. Wajar, ngga mau ribet nontonnya, gw ngusulin bukan minggu-minggu pertama film itu release. Alhasil, gw ngga susah-susah nyari tempat yang enak buat nonton di sana. Gw bahkan bisa beli last minute setelah gw bareng temen gw buru-buru ke BIP abis nyebarin poster lomba ke sd-sd. Sampai di dalem studio, seperti biasa gw ngasih tau film studio apa aja pas awal-awal film.

Film ini bisa gw bilang worth watching abis. Mulai dari karakter tiap peran yang kuat, fight yang intens antara Batman dan Bane, sampai twist pas bagian akhir-akhir film yang ngga disangka. Overall, gw menikmati film dengan durasi 2 jam lebih ini. Gw bahkan nonton dua kali pas balik ke Jakarta. Cara ngomong dari si Bane  yang manly abis menjadi motif gw buat nonton lagi.

Tapi, hal yang pengen gw sorot di sini bukanlah tentang sinopsis film ini, bukan juga untuk menilai film ini dari perspektif gw. Hal yang pengen gw sorot disini adalah satu satu bagian yang menarik perhatian gw, yaitu tentang si Bane ini. Bane disini merupakan tokoh antagonis dari film ini. Fightingnya yang brutal serta mastermind dari chaos yang terjadi di Gotham menyebabkan ia menjadi ikon dari film ini. Tidak luput juga cara ngomong dengan maskernya itu menjadi perhatian dari para audiens. Gw pun sampai niruin cara ngomongnya terus sampai sekarang. Beside all of that, gw juga tertarik tentang prinsip yang dia anut.

Bane bukan merupakan League of Shadows;organisasi yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan dunia dengan melakukan purges dalam berbagai sejarah dunia. Namun, ia tetap bertujuan untuk mencapai tersebut. Jika dilihat dari perspektif kebrutalannya dalam film, wajar kita ia merupakan pihak antagonis film ini. Namun, jika dilihat secara apa yang ingin dia capai, sulit juga mengecap ia sebagai pihak antagonis. Keinginannya untuk mencapai keseimbangan dunia sebenarnya wajar di kalangan kita karena itulah cita-cita manusia secara umumnya.

Nah, kalau dilihat disini adalah masalah prinsip. Baik organisasi maupun individu punya prinsip yang membedakan mereka satu dengan yang lain. Prinsip ini secara alamiah dalam diri manusia masing-masing. Prinsip ini mengakar kuat dalam manusia baik karena lingkungan teman yang membentuknya, pengalaman yang pernah terjadi pada individu tersebut, atau didikan dari orang tua. Prinsip ini juga yang kadang menyebabkan konflik antara individu atau organisasi.

The Beatles dengan lagunya Imagine mengajak para pendengarnya berimajinasi bagaimana dunia tanpa agama, negara, dll, termasuk dengan prinsip antara satu dengan yang lain yang menyebabkan perbedaan. Sebenarnya prinsip yang membuatnya berkonotasi negatif ini adalah karena didorongnya keegoisan antara manusia sendiri. Keegoisan ini yang membuat tiap individu ingin mendorong prinsipnya ke orang lain juga. Understanding antara satu sama lain itulah yang mesti dibangun agar hilangnya egoisme yang menjadi pendorong itu.

No comments:

Post a Comment