Udah 4 bulan lebih rasanya gw ngelewatin satu tahap penting di kampus gw tercinta, yaitu osjur atau ospek jurusan. Ya, emang capek banget rasanya waktu itu gw laluin bersama teman-teman satu angkatan gw. Ada masa ketika angkatan gw cekcok satu sama lain tentang hal yang bernama osjur ini. "Ngga jelas", "Kakaknya ngga adil!", "Tugasnya berat.", dan lain sebagainya. Komentar dari tiap individu di angkatan gw membuat gw menarik satu benang merah antar mereka, apakah osjur semacam ini perlu?
Gw sempet berbincang-bincang sama temen sd gw, yang dimana sekarang dia kuliah di York University, Ontario, Canada. Dia nanya tentang bagaimana sistem perkuliahan di Indonesia dalam bidang organisasinya. Ketika gw bilang apa yang terjadi di kampus gw, temen gw ngomong satu statement dimana gw langsung bertanya tentang apa esensi dari yang telah gw lalui. Dia bilang "What a harsh life you have." Mengingat kembali apa yang waktu dulu temen-temen di angkatan gw bilang, gw bertanya ke diri gw dengan perspektif yang lebih luas, apakah sistem kaderisasi di negara gw mesti seperti ini?
Masuk ke tahap menuju pengkader, gw suka mengkaji dengan teman gw, dimana sekarang dia ngejabat sebagai ketua osjur selanjutnya. Diskusi yang dilangsungkan selalu sama, gimana membuat osjur yang mendekati ideal? Bahkan, kadang diskusi ngarah ke pertanyaan apakah kita perlu melakukan osjur ini? Seperti biasa, jawaban variatif tiap orang dengan menghasilkan pro kontra antar satu sama lain. Perspektif orang pun berbeda-beda melihat dari teknis osjur, materi osjur, bahkan yang paling sepele, perlakuan para panitia kepada para kader.
Gw mulai mendapat pencerahan ketika gw dapat training tentang menjadi pengkader dari senior gw. Sebenarnya, apa yang didiskusikan teman-teman gw dahulu serta gw adalah bagaimana gw merespon osjur secara dangkal. Osjur sendiri merupakan tahap dari kaderisasi yang intinya menyiapkan para kadernya menjadi pemimpin. Dalam kaderisasi ini, ada nilai-nilai yang ingin ditanamkan bergantung kepada kebutuhan organisasi itu sendiri.
Nah, sekarang yang menjadi pertanyaan gw, kenapa osjur mesti identik dengan "harsh" yang dikatakan temen gw itu? Bukankah di negara lain organisasi pada umumnya bersifat minat aja? Kalo diibaratkan, manusia itu sebagai karbon, ia bisa memilih untuk menempa diri jadi grafit yang lemah atau intan yang kuat. Secara realita, ngebentuk grafit lebih gampang karena delta Gf nya lebih kecil#sokengineer lg. Berarti jarang ada yang mau jadi intan yang kuat. Oleh karena itu, advantage dari osjur sendiri adalah karena sifatnya maksa; bikin orang tuh dipaksa untuk menempa dirinya jadi si intan. Tapi, ya walaupun begitu, secara realita orang yg merasakan osjur dan diluar osjur tidak semua menangkap maksud dari osjur itu sendiri. Ditambah panitia osjur yang kadang bermain dengan emosi dan melupakan tujuan osjur sesaat. Ya in the end, terciptalah label "harsh" tadi.
Walau pendapat orang bagaimana, satu hal yang perlu diperhatikan adalah kaderisasi itu perlu karena kalau kita liat, menjadi manusia yang ideal merupakan cita-cita bukan hanya untuk individu yg bersangkutan, tapi juga masyarakat pula. Oleh karena itu, sewajarnya memang kaderisasi itu diperlukan.
No comments:
Post a Comment